Jumat, 26 Desember 2008

MUHAMMADIYAH

I. IJTIHAD

Ijtihad (اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Menurut bahasa, ijtihad berarti Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam Al-Quran disebutkan:
“..walladzi lam yajidu illa juhdahum..”
artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”(at-taubah:79)
Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.
Dalam pengertian inila Nabi mengungkapkan kata-kata:
Shallu ‘alayya wajtahiduu fiddua’
artinya:”Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam dua”
Demikian dengan kata Ijtihad “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan. Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan sembarang orang.
Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.” Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh (ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas. Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara’ (hukum Islam).
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Pelaku ijtihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2) Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,
3) Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.

Fungsi Ijtihad
Meski Al-Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh al quran maupun al hadist. selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya al quran dengan kehidupan modern, sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam al quran atau al hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam al quran atau al hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam al quran dan al hadist, pada saat itulah maka umat islam memerlukan ketetapan ijtihad. Tapi yang berhak membuat ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al-Quran dan Al hadist.

Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
§ Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
§ Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
§ Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
§ Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.

Cara Ber-Ijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat methode-methode antara lain sebagai berikut :

1. Qiyas = reasoning by analogy
Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum diterangkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh Al-Qur'an /As-Sunnah, karena ada sebab yang sama. Contoh : Menurut Al-Qur'an surat Al-Jum'ah 9; seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum'at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain ( selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum'at ? Dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum'at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum'at, juga dilarang. Contoh lain : Menurut surat Al-Isra' 23; seseorang tidak boleh berkata uf ( cis ) kepada orang tua. Maka hukum memukul, menyakiti dan lain-lain terhadap orang tua juga dilarang, atas dasar analogi terhadap hukum cis tadi. Karena sama-sama menyakiti orang tua. Pada zaman Rasulullah saw pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum dengan dasar Qiyas tersebut. Yaitu ketika Umar bin Khathabb berkata kepada Rasulullah saw : Hari ini saya telah melakukan suatu pelanggaran, saya telah mencium istri, padahal saya sedang dalam keadaan berpuasa. Tanya Rasul : Bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ? Jawab Umar : tidak apa-apa. Sabda Rasul : Kalau begitu teruskanlah puasamu.

2. Ijma' = konsensus = ijtihad kolektif.
Yaitu persepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah ijtihadiyah. Ketika Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak dibicarakan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan : " Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah ". Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.

3. Istihsan = preference
Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Oleh para ulama istihsan disebut sebagai Qiyas Khofi ( analogi samar-samar ) atau disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu diantara dua persoalan yang sama-sama jelek maka kita harus mengambil yang lebih ringan kejelekannya. Dasar istihsan antara lain surat Az-Zumar 18.

4. Mashalihul Mursalah = utility
Yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari'at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan (kebaikan) itu dengan disertai dalil Al-Qur'an/Al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam Al-Qur'an/al-Hadits.

Definisi Ijtihad
Suatu aktivitas diakui sebagai ijtihad jika memenuhi tiga poin berikut ini:
Pertama, ijtihad hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat zhanni. Menurut al-Amidi, hukum-hukum yang sudah qath‘i (pasti) tidak digali berdasarkan proses ijtihad. Artinya, ijtihad tidak berhubungan atau melibatkan dalil-dalil yang bersifat qath‘i, tetapi hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat zhanni. Atas dasar itu, ijtihad tidak berlaku pada perkara-perkara akidah maupun hukum-hukum syariat yang dalilnya qath‘i; misalnya wajibnya hukum potong tangan bagi pencuri, hukum razam/cambuk bagi pezina, hukum bunuh bagi orang-orang yang murtad, dan lain sebagainya.
Kedua, ijtihad adalah proses menggali hukum syariat, bukan proses untuk menggali hal-hal yang bisa dipahami oleh akal secara langsung maupun perkara-perkara yang bisa diindera. Penelitian dan uji coba di dalam laboratorium hingga menghasilkan sebuah teorema maupun hipotesis tidak disebut dengan ijtihad.
Ketiga, ijtihad harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan mengerahkan puncak tenaga dan kemampuan hingga taraf tidak mungkin lagi melakukan usaha lebih dari apa yang telah dilakukan. Seseorang tidak disebut sedang berijtihad jika ia hanya mencurahkan sebagian kemampuan dan tenaganya, padahal ia masih mampu melakukan upaya lebih dari yang telah ia lakukan. (Al-Amidi, op.cit., II/309).
Ijtihad berbeda dengan tarjîh maupun baths al-masâ’il. Tarjîh adalah aktivitas untuk meneliti, mengkaji, dan menetapkan mana pendapat yang paling râjih (kuat) di antara pendapat-pendapat yang ada. Baths al-masâ’il tidak berbeda dengan tarjîh, meskipun kadang-kadang juga dilakukan pembahasan-pembahasan hukum-hukum tertentu berdasarkan kaidah-kaidah ijtihad. Akan tetapi, aktivitas semacam ini dilakukan secara berkelompok, bukan individual. Padahal, ijtihad adalah aktivitas individual, bukan aktivitas kelompok.

Lingkup Ijtihad
Sebagaimana definisi ijtihad di atas, lingkup ijtihad hanya terbatas pada penggalian hukum syariat dari dalil-dalil dzanni. Ijtihad tidak boleh memasuki wilayah yang sudah pasti maupun masalah-masalah yang bisa diindera dan dipahami secara langsung oleh akal.


II. GERAKAN MUHAMMADIYAH
a. Biografi dari Muhammadiyah





Ahmad Dahlan Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).

b. Berdirinya Muhammadiyah berikut hal-hal yang Melatarbelakangi Berdirinya
Sejarah singkat berdirinya Muhammadiyah
Sumber buku : Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis) Drs H Mustafa Kaml Pasha , B. EdAhmad Adaby Darban , SU
Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu , oleh masyarakat Internasioanal , khususnya oleh masyarakat 'alam Ialamy. Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayarkat pada umumnya .Adapun arti nama muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi , yaitu arti bahasa atau etimologis dan arti istilah atau terminologis.
Arti Bahasa atau estimologis :
Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah "yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua oraqng yang menyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan organisasi, golongan bangsa, geografis, etnis, dsb.
Arti Istilah atau terminologis :
Muhammadiyah adlah gerakan Islam , Dakwah AmarMakruf Nahi Munkar, berasa Islam dan bersumber Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA. Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah denga maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad saw dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita.

Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah

1. Faktor subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.


2. Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.

c. Lambang Muhammadiyah


a. Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.


b. Maksud Lambang
Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.
Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Ajaran Islam yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat al-Anfal 24:
”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian”.
Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekad dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14:
”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang”.

Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan. Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan. Sebab telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).

Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).

d. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

e. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)
Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mulanya belum sebesar yang ada sekarang ini. Lebih-lebih pada saat itu banyak rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam KHA. Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek-moyangnya.
Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dalam Islam seperti:
a. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (jawa=tingkep), yaitu selamatan bagi orang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat jawa kuno, biasanya diadakan engan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain.
b. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri. Seperti: selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Kadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban; perayaan dimana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang disalahartikan.
c. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang khusus dibaca pada malam Jum’at, dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu; ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan;yang boleh ialah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.
Selain yang disebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakat dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah
Sudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan “sedikit bicara banyak bekerja”, tidak saja sekedar semboyan di bibir saja, tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu tidak mengherankan, bila Muhammadiyah yang hanya memiliki jumlah anggota yang tidak begitu banyak, tetapi cukup banyak dan luas amal usaha serta hasil-hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan, sebagai berikut:


1. Bidang Keagamaan
Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha muhammadiyah. Dan apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang lainnya tidak lain dari dorongan keagamaan semata-mata.
o Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang menghimpun ulam-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang agama serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umum
o Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak terlepasdari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah. Oleh karena itu pada tempatnya bila menteri Agama yang pertama dipercayakan di pundak tokoh muhammadiyah, dalam hal ini H. Moch. Rasyidi B. A.


2. Bidang Pendidikan
Salah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar.
Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisah-misahkan antara pelajaran yang diangap agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakikatnya merupakan usaha yang sangat penting dan besar. Karena dengan sistem tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya, tidak terpecah belah menjadi pribadi yang berilmu umum atau berilmu agama saja.
Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren, maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya,yaitu dengan:
o Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan dan
o Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan dimana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.


3. Bidang Kemasyarakatan
Muhammadiyah adalah suatu gerakan Islam yang mempunyai tugas dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sudah dengan sendirinya bayak usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti:
o Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik dan sebagainya.
o Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun putri, untuk menyantuni mereka.
o Mensirikan perusahaan percetakan, penerbitan dan took buku, yang benyak mempublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sngat membantu penyebarluasan faham-faham keagamaan, ilmu dan kebudayaan Islam.
o Pengusahaan dan bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa bekerja karena usai telah atau cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan.
o Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluargas mengenai hidup sepanjang tuntunan Illahi.


4. Bidang Politik Kenegaraan
Muhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun demikian, dengan keyakinannya bahwa agama islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan. Akan tetapi, jika Muhammadiyah ikut bergerak dalam urusan kenegaraan dan pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya sebagai Gerakan Dakwah Islam Amr Makruf Nahi Munkar, dan sama sekali tidak bermaksud menjadi sebuah partai politik.
Tak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya:
o Pengadilan Agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang muslim, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
o Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya Partai Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
o Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di Zaman penjajahan. Begitu pula pada kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid se Dunia dan sebaginya Muhammadiyah aktif mengambil bagian di dalamnya.
Apa yang telah dikemukakan di atas merupakan sebagian dari Amal Usaha Muhammadiyah selama ini. Kini serta esok terus beramal tak ada henti-hentinya, sebgaimana firman Allah: “Dan katakanlah! Beramallah kamu semua, niscaya Allah, Rasul-Nya serta orang-orang mukminin akan menjadi saksi”. Firman Allah ini ditulis dengan indah dan menghiasi di atas pintu gedung Muhammadiyah, markas dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.

f. Perkembangan Muhammadiyah
Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang lahirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling timur, dari wilayah paling utara maupun selata indonesia, telah dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat indonesia, disamping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan islam sesuai dengan faham yang diyakini Muhammadiyah.
Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:
1. Perkembangan Secara Vertikal; yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di mana-mana.
2. Perkembangan Secara Horisontal; yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.
Di samping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOP) ini ada beberapa buah, yaitu:
- ’Aisyiyah
- Nasyiatul ’Aisyiyah
- Pemuda Muhammadiyah
- Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
- Tapak Suci Putra Muhammadiyah
- Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan.
Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

g. Periodisasi/Kepemimpinan Muhammadiyah

a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)
Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta organisasi, sehingga Muhammadiyah menduduki tempat terhormat, sebagai gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern.


b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)
Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hukum-hukum agama. Dan dalam periode ini pula angkatan muda memperoleh bentuk organisasi yang nyata, di mana pada tahun 1931 Nasyiatul ’Aisyiyah berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah.


c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)
Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan meneruskan amal usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan penertiban dan pemantapan administrasi organisasi sehingga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah gerakannya.

d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)
Sering dikatakan bahwa tokoh KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membentuk dan megisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya berupa pengaktifan Majlis Tarjih, sehingga mampu merumuskan ”Masalah Lima”, yaitu perumusan mengenai: Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah.
Selain itu untuk menggerakan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula ”langkah dua belas yaitu:
a. Memperdalam masuknya iman
b. Memperluas faham agama
c. Memperluas budi pekerti
d. Menuntun amal intiqad (mawas diri)
e. Menguatkan keadilan
f. Menegakkan persatuan
g. Melakukan kebijaksanaan
h. Menguatkan majelis tanwir
i. Mengadakan konperensi bagian
j. Mempermusyawarahkan gerakan luar.


e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)
Dalam periodenya tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dalam Muqaddimah tersebut terumuskan secara singkat dan padat gagasan dan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang akhirnya melahirkan Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut Muhammadiyah memiliki dasar berpijak yang kuat dalam melancarkan amal usaha dan perjuangannya.
Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumodalam suasana transisi dari penjajah Belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa ini kehidupan Muhammadiyah cukup berat. Pada masa itu para pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan berbagai kegiatan keorganisasian.


f. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952-1959)
KH. Mas Mansyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto. Sebenarnya beliau tidak termasuk 9 terpilih. Kesembilan orang terpilih adalah HM. Yunus Anies (10945), HM Faried Ma’ruf (10812), Hamka (10011), KHA Badawi (9900), KH. Fakih Usman (9057), Kasman Singodimedjo (8568), Dr. Syamsudin (6654), A. Kahar Muzakir (5798) dan Muljadi Djojomartono (5038). Akan tetapi karena yang 9 orang terpilih itu tidak ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka ke 9 orang itu sepakat untuk menunjuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah. Beberapa keputusan penting yang diambil pada masa jabatan beliau antara lain:
a. Tahun 1955, sidang tanwir di Pekajangan antara lain membicarakan pokok-pokok konsepsi negara Islam.
b. Tahun 1956, sidang tanwir di Yogyakarta antara lain memutuskan:
- Muhammadiyah tetap Muhammdiyah. Muhammadiyah bergerak dalam bidang kemasyarakatan. Masalah-masalah politik diserahkan kepada partai Masyumi.
- Anggoto-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di bidang politik dianjurkan supaya masuk partai politik Islam.
- Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP Masyumi, bahwa keanggotaan istimewa tidak wajar dan secara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus.
- Perlu dipelihara hubungan baik antara Muhammadiyah dengan Masyumi.
- Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXIII di Palembang 1956 ini juga diputuskan khittah Palembang.


g. Periode H. M. Yunus Anis (1959-1968)
Dalam periode ini kebetulan negara indonesia sedang berada dalam kegoncangan sosial dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa Kpribadian Muhammadiyah. Dengan kepribadian Muhammadiyah bisa menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.


h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)
Beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962 dan Muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena Muhammadiyah harus berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinyaagar tidak dibubarkan. Sebagaimana diketahui pada masa itu kehidupan politik di Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung Karno, Presiden RII banyak memberi angin pada PKI. Pada masa itu PKI dengan seluruh ormas mantelnya berusaha menekan partai-partai Islam khususnya Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah termasuk salah satu pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi Muhammadiyah.


i. Periode KH. Fakih Usman/H. A. R. Fakhrudin (1968-1971)
Tidak beberapa lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan KH. Fakih Usman sebagai ketua pimpinan pusat Muhammadiyah, beliau dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT. Kemudian H. Abdurrazak Fakhruddin, yang dalam susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode (1968-1971) duduk sebagai ketua I oleh sidang Tanwir ditetapkan sebagai pengganti beliau. Pada periode ini lebih menonjol usaha ”memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Yaitu usaha untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan (tadjid) dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perjuangan dan bidang-bidang lainnya”.


j. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990)
Pada periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas Persyarikatan selalu diusahakan, baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya. Peningkatan kualitas organisasi meliputi tajdid di bidang keyakinan dan Cita-cita hidup serta Khittah dan tajdid organisasi. Sedang peningkatan kualitas operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan dakwah jamaah serta pemurnian amal usaha Muhammadiyah.
Pda masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu Kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku ’Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur’, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi.


k. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)
Pada periode KH. A. Azhar Basyir MA telah dirumuskan:
A). Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun) yang meliputi:
1. Bidang Konsolidasi Gerakan
2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan
3. Bidang Kemasyarakatan.
B). Program Muhammadiyah (1990-1995)
1. Bidang Konsolidasi Gerakan, meliputi:
- Konsolidasi Organisasi
- Kaderisasi dan Pembinaan AMM
- Bimbingan keagamaan
- Peningkatan hubungan dan kerjasama
2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, meliputi:
- Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Islam
- Penelitian dan Pengembangan
- Pusat informasi, Kepustakaan dan Penerbitan
3. Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat, meliputi:
a. Kenyakinan Islam
b. Pendidikan
c. Kesehatan
d. Sosial dan Pengembangan Masyarakat
e. Kebudayaan
f. Partisipasi kelompok.


l. Periode Prof. DR. H. M. Amien Rais/Prof. DR. H. A. Syafii Maarif (1995-2000)
Pada periode Prof. Dr. H. M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada:
a. Global
b. Masalah Dunia Islam
c. Masalah nasional
d. Permasalahan Muhammadiyah
e. Pengembangan pemikiran, yang terdiri atas:
- Pemikiran keagamaan
- Ilmu dan Teknologi
- Pengembangan basis ekonomi
- Gerakan sosial kemasyarakatan
- PTM sebagai basis gerakan keilmuan/pemikiran.

h. Khittah Muhammadiyah
Khittah perjuangan Muhammadiyah/pola dasar Perjuangan :
1. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai/ mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup, yang bersumber paa ajaran Islam.
2. Dakwah Islam dan Amar Makruf Nahi Munkar dalam arti dan proporsi yang benar-benar
Khittah atau Garis Perjuangan Muhammadiyah yang cukup populer dibandingkan dengan Khittah lainnya ialah Khittah Ujung Pandang tahun 1971. Sesuai namanya, Khittah Perjuangan Muhammadiyah tersebut dilahirkan dari Muktamar ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang (Sulawesi Selatan), yang kini berganti nama kembali menjadi kota Makassar.
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma’ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.

i. Tiga Identitas Muhammadiyah
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit.
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah IslamMuhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Namun sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya Muhammadiyah yang sesuai dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat mengangkat agama Islam dan keterbelakangan atau kebodohan massif. Tidak hanya ranah pemahaman agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah, karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi kemasyarakatan.
3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi) Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni : a) pemurnian b) peningkatan, pengembangna, modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan sumber Al Qur'an dan As Sunnah shahihSedangkan arti “Peningkatan, pengembangan, modernisasi” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al Qur'an dan AS Sunnah shahih. Di samping itu ternyata bila diamati Muhammadiyah mempunyai PR untuk menjawab tantangan zaman dan arus globalisasi yang terus melaju. Ø Pemurnian (Purifikasi)Tugas/PR pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang mulai terinfeksi virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.Ø Peningkatan, pengembangan, modernisasi Tak melenceng dari awal pemberdayan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka sebagai tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah. Dan mengembangkan serta melebarkan sayap Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi global sebagai tameng kebodohan massif Muhammadiyah. Modernisasi Muhammadiyah bukan berarti meninggalkan dasar pemikiran pertama kali berdirinya, tapi Muhammadiyah dapat up to date bukan berarti berganti baju untuk beridentitas ideologi baru namun Muhammadiyah tetap eksis dalam kepribadian Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang tak usang dimakan zaman atau kuno tertinggal arus modernisasi.

KESIMPULAN

Dengan melihat gejala yang ada, yang berkelut di tubuh Muhammadiyah mau tidak mau harus segera di cari obat penawar agar Muhammadiyah tetap dapat sehat seperti sedia kala, sementara di sisi ideologi Muhammadiyah sudah semestinya penyimpang dari pondasi awal pemikiran pemberdayaan Ahmad Dahlan perlu adanya purifikasi kembali, agar nantinya tidak terjadi “matinya institusi organisasi dalam hal ini Muhammadiyah (The Death of Muhammadiyah) bukan hal yang mustahil akan terjadi manakala muhammadiyah beserta warganya tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman. Lebih-lebih, bila tidak punya sense of belonging (rasa kepemilikan) terhadap organisasi karena lemahnya ideologi dan minimnya informasi serta wawasan tentang ke-muhammadiyahan. Dengan demikian warga Muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaiatn dengan masalah sholat tepat waktu dan pengamalan ayat-ayat al-qur’an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif dan inotvatif.

HASIL WAWANCARA PRM

Bagaimanakah sejarah keberadaan Muhammadiyah di daerah setempat?

Keberadaan Muhammadiyah secara structural di daerah setempat dimulai dengan didirikannya ranting Muhammadiyah Sanepo. Berdirinya Ranting Muhammadiyah tersebut diprakarsai oleh pimpinan cabang Muhammadiyah yang menunjuk Bapak Machfuldz sebagai ketua ranting Muhammadiyah. Bapak Machfuldz yang berasal dari keluarga NU menerima jabatan tersebut sampai saat ini. Dan sejak saat itu telah resmi keberadaan Muhammadiyah secara structural di Sanepo Kutoarjo.
Dimulai dengan berdirinya sebuah mushola pribadi yang digunakan untuk kepentingan dakwah Muhammadiyah, maka kantor Pimpinan Ranting Muhammadiyah saat ini berada di kompleks mushola tersebut. Mushola tersebut didirikan di atas tanah warisan yang kemudian secara bersama-sama dengan ahli waris yang lain mendirikan mushola.

Bagaimanakah struktur organisasi Muhammadiyah di daerah setempat?

Berikut adalah susunan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sanepo, Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo berdasarkan surat keputusan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Kutoarjo:

Ketua : Machfuldz
Sekretaris : Sarhudi M.Ra’is
Bendahara : Supardi.A
Bagian Tabligh : Wahdan
Bagian Pendidikan : M.Hadi Prayitno
Bagian Pembinaan Kesehatan : Risyanto
Bagian Pemberdayaan Kesejahteraan Masyarakat : Dadang Surono
Bagian Ekonomi : Supardi.B
Ditetapkan di Purworejo
Pada tanggal 23 Jumadil Ula 1428 H
9 Juni 2007 M

Oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Kutoarjo
Ketua : Arwan Majid ,S Pd.
NBM : 589304
Sekretaris : Maniso S. Pd.
NBM : 880627


Apa saja kekuatan dan kelemahan dakwah Muhammadiyah di daerah setempat?

Kekuatan
1) Memiliki sumber dana yang cukup untuk mengadakan berbagai kegiatan dakwah
2) Memiliki tempat/kantor yang sudah menetap
3) Memiliki tempat/kantor yang mudah di jangkau, yaitu tempat/kantor yang berada tepat di pinggir jalan Kutoarjo-Kebumen
4) Memiliki struktur organisasi yang jelas

Kelemahan
1) Sulit untuk melakukan regenerasi kepengurusan terbukti dengan dijabatnya kepengurusan selama beberapa periode
2) Jarang mengadakan kegiatan pengajian dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan mushola warga yang tepat berada di belakang kantor ranting Muhammadiyah dan berdekatan dengan mesjid Al-Ikhzar alun-alun Kutoarjo. Untuk menghindari perpecahan, maka mushola Ranting Muhammadiyah tidak mengadakan kegiatan sholat Jumat dan tidak mengadakan kegiatan pengajian secara rutin karena kegiatan pengajian secara rutin telah diadakan di mushola warga.

Bagaimanakah keberlanjutan dakwah Muhammadiyah di daerah setempat?

Pengurus Ranting Muhammadiyah Sanepo Kutoarjo mulai menyusun kembali kegiatan – kegiatan yang mengandung unsur dakwah. Kegiatan pengajian akan disusun agar tidak bertabrakan dengan agenda pengajian mushola warga. Pengajian di mushola warga diadakan setiap satu minggu sekali kemudian kegiatan pengajian di PRM direncanakan akan diadakan satu bulan sekali.
Sesuai dengan bidang dakwah Muhammadiyah yang lebih memfokuskan pada 3 bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, dan sosial maka Pimpinan Ranting Muhammadiyah melakukan dakwah pada 3 bidang tersebut.
Di bidang pendidikan, dengan koordinator Bapak Hadi Prayitno. Di dalam mushola PRM Sanepo Kutoarjo juga dilengkapi dengan perpustakaan mini yang dipenuhi dengan buku-buku pengetahuan tentang Islam yang dapat dibaca oleh pengunjung mushola.
Di bidang kesehatan, dengan koordiantor Bapak Risyanto.
Di bidang sosial, dengan coordinator Bapak Dadang Surono yang menjabat bagian Pemberdayaan Kesejahteraan Masyarakat. Kantor PRM di Sanepo menggerakkan kegiatan amal usaha Muhammadiyah, yaitu dengan menyewakan sebagian bangunan sebagai kantor notaris dan warung internet. Dari sana diharapkan dapat membantu kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar kantor PRM Sanepo Kutoarjo.