Rabu, 29 April 2009

BAB III ASPEK IBADAT, LATIHAN SPIRITUIL DAN AJARAN MORAL

Manusia dalam faham Islam, tersusun dari dua unsur yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan materil, sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spirituil. Badan, karena mempunyai hawa nafsu dapat membawa pada kejahatan, sedang roh karena berasal dari unsur yang suci, mengajak kepada kesucian.
Oleh karena itu pendidikan jasmani manusia harus disempurnakan dengan pendidikan rohani. Pengembangan daya-daya jasmani seseorang tanpa dilengkapi dengan pengembangan daya rohani akan membuat hidupnya berat sebelah dan kehilangan keseimbangan. Orang yang demikian akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup duniawi, apalagi kalau hal itu membawa kepada perbuatan-perbuatan tidak baik dan kejahatan. Oleh karena itu amatlah penting supaya roh yang ada dalam diri manusia mendapat latihan, sebagaimana badan manusia juga mendapat latihan.
Dalam Islam ibadatlah yang memberikan latihan rohani pada manusia itu. Semua ibadat yang ada dalam Islam seperti shalat, puasa, haji dan zakat bertujuan untuk membuat roh manusia supaya senantiasa tidak lupa pada Tuhan, bahkan senantiasa dekat pada-Nya. Keadaan senantiasa dekat pada Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci dapat mempertajam rasa kesucian seseorang. Rasa kesucian yang kuat dapat menjadi rem bagi hawa nafsu setiap manusia .
Di antara ibadat Islam, salah satunya shalat yaitu dengan cara mendekatkan diri dengan Tuhan. Di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan dan dialog tersebut berlaku antara dua fihak yang saling berhadapan. Dalam shalat seseorang melakukan hal-hal berikut: memuja ke-Maha Sucian Tuhan, menyerahkan diri kepada Tuhan, memohon supaya dilindungi dari godaan syetan, memohon diberi ampun dan dibersihkan dari dosa, memohon supaya diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan dijauhkan dari kesesatan serta perbuatan-perbuatan tidak baik, perbuatan-perbuatan jahat dan sebagainya. Pendek kata dalam dialog dengan Tuhan itu seseorang meminta supaya rohnya disucikan. Dialog ini wajib diadakan lima kali sehari, dan jika seseorang melakukannya lima kali sehari dengan sadar memohon pensucian roh, maka rohnya akan dapat menjadi bersih dan ia akan dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tidak baik(jahat).
Puasa juga merupakan pensucian roh. Di dalam berpuasa seseorang
harus menahan hawa nafsu makan, minum dan seks. Di samping itu ia juga harus menahan rasa amarah, menjelek-jelekan orang, bertengkar dan perbuatan-perbuatan kurang baik lainnya. Pada bulan puasa dianjurkan supaya orang banyak-banyak shalat dan membaca Al-Qur-an, yaitu hal-hal yang membawa orang dekat kepada Tuhan. Latihan ini disempurnakan dengan pernyataan rasa kasih kepada anggota masyarakat yang lemah kedudukan ekonominya dengan mengeluarkan zakat fitrah bagi mereka.
lbadat haji juga merupakan pensucian roh. Dalam mengerjakan haji di Mekkah, orang berkunjung ke Baitullah (Rumah Tuhan dalam arti rumah peribadatan yang pertama didirikan atas perintah Tuhan di dunia ini). Dalam shalat, orang dapat merasa dekat sekali dengan Tuhan. Bacaan-bacaan yang diucapkan sewaktu mengerjakan haji itu juga merupakan dialog antara manusia dengan Tuhan. Usaha pensucian roh di sini disertai oleh latihan jasmani dalam bentuk pakaian, makanan dan tempat tinggal sederhana. Selama mengerjakan haji perbuatan-perbuatan tidak baik harus di jauhi.
Zakat yaitu mengeluarkan sebagian dari harta untuk menolong fakir-miskin dan sebagainya juga merupakan pensucian roh. Di sini roh dilatih menjauhi kerakusan pada harta dan memupuk rasa bersaudara, rasa kasihan dan suka menolong anggota masyarakat yang berada dalam kekurangan.
Ibadat dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah seperti penyembahan yang terdapat dalam agama-agma primitif. Pengertian serupa ini adalah pengertian yang tidak tepat. Betul ayat 56 dari Surat Al-Zariat mengatakan : dan ini
diartikan bahwa manusia diciptakan semata-mata untuk beribadat kepada
Tuhan yaitu mengerjakan shalat, puasa, haji dan zakat. Soal ibadah memang
amat penting artinya dalam sejaran Islam, tetapi mestikah kata " " di
sini berarti beribadat, mengabdi atau menyembah ? Sebenarnya Tuhan tidak
berhajat untuk disembah atau dipuja manusia. Tuhan adalah Maha Sempurna
dan tak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu kata " ” disini lebih
tepat kalau diberi arti lain daripada arti beribadat, mengabdi, memuja, apalagi
menyembah. Lebih tepat kelihatannya kalau kata itu diberi arti tunduk dan
patuh dan kata memang mengandung arti tunduk dan patuh
sehingga arti ayat itu menjadi :
'Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk tunduk dan patuh
kepadaKu ".
Arti ini lebih sesuai dengan arti yang terkandung dalam kata muslim dan
muttaqi, yaitu menyerah, tunduk dan menjaga diri dari hukuman Tuhan di Hari
Kiamat dengan mematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan.
Dengan lain kata, manusia diciptakan Tuhan sebenarnya ialah untuk berbuat
3
baik dan tidak untuk berbuat jahat, sungguhpun di dunia ada manusia yang
memilih kejahatan.
Selanjutnya arti sembah dan sembahyang yang diberikan kepada "
" ” dan " " juga membawa kepada faham yang tidak tepat: Kata
sembahyang berasal dari suatu bahasa yang memakai falsafat lain dari falsafat
Islam. Sembahyang mengandung arti menyembah kekuatan gaib dalam faham
masyarakat animisme dan politeisme. Dalam falsafat masyarakat serupa ini
kekuatan gaib yang demikian ditakuti dan mesti disembah dan diberi sesajen
agar ia jangan murka dan jangan membawa bencana bagi alam.
Kata sembahyang yang mengandung arti demikian, ketika dibawa ke
dalam konteks Islam, sebagai terjemahan bagi kata " " dan " ",
menimbulkan perubahan dalam konsep Tuhan yang ada dalam Islam. Dalam
Islam Tuhan bukanlah merupakan suatu zat yang ditakuti tetapi suatu zat
yang dikasihi. Ini ternyata dari ucapan : “ “, yang tiap hari
berkali-kali dibaca umat Islam. Rahman dan Rahim berarti pengasih lagi
Penyayang, jadi bukan Tuhan yang ditakuti, tetapi Tuhan yang dikasihi manusia.
Tetapi kata sembahyang yang masuk ke dalam konteks Islam itu
menghilangkan sifat Pengasih dan Penyayang itu dari kesadaran kita umat
Islam. Inilah pula kelihatan salah satu sebabnya maka “
“ dalam Al-Qur’an di Indonesiakan menjadi "takutilah Tuhan" sedang arti
sebenarnya ialah "pelihara dan jagalah dirimu dari hukum Tuhan di akhirat dan
patuhlah kepada perintah dan laranganNya".
Tujuan ibadat dalam Islam bukanlah menyembah, tetapi mendekatkan
diri kepada Tuhan, agar dengan demikian roh mausia senantiasa
diingatkan kepada hal-hal yang bersih lagi suci, sehingga akhirnya rasa
kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Roh suci membawa kepada
budi pekerti baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadat, di samping merupakan
latihan spirituil, juga merupakan latihan moral.
Shalat memang erat hubungannya dengan latihan moral : Ayat 45 dari
Surat Al-Ankabut menyatakan :
Salat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik.
Hadis Nabi lebih lanjut menjelaskan :
Yang mengandung arti bahwa salat yang tidak mencegah orang dari perbuatan
jahat dan tidak baik bukanlah sebena salat. Salat demikian tidak ada artinya dan
membuat orang berubah jauh dari Tuhan. Dalam satu hadis qudsi disebut :
yaitu Tuhan akan menerima salat orang yang merendah diri tidak
sombong, tidak menentang malahan selalu ingat kepada Tuhan dan suka
menolong orang-orang yang dalam kesusahan seperti fakir miskin, orang yang
4
dalam perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya salah satu
tujuan shalat ialah menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan
mendorongnya untuk berbuat hal-hal yang baik.
Demikian juga puasa dekat hubungannya dengan latihan moral. Ayat
183 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :
Hai orang-orang yang percaya, berpuasa diwajibkan bagi kamu sebagai
halnya dengan umat sebelum kamu. Semoga kamu menjadi manusia bertaqwa.
Bertakwa artinya menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melakukan
perbuatan-perbuatan baik. Hadis-hadis Nabi juga mengkaitkan puasa dengan
perbuatan-perbuatan tidak baik. Salah satu hadis mengatakan :
Jadi puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan. perbuatan
tidak baik tidak ada gunanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri dari
makan dan minum, karena puasanya tak berguna. Hadis lain lagi mengatakan :
Dengan demikian berpuasa bukanlah menahan diri dari makan dan
minum, tetapi menahan diri dari ucapan-ucapan tidak lagi kotor.
Mengenai haji, ayat 197 dari Surat Al-Baqarah :
Menerangkan bahwa sewaktu mengerjakan haji orang tidak
mengeluarkan ucapan-ucapan tidak senonoh, tidak boleh berbuat hal-hal tidak
baik dan tidak boleh bertengkar.
Tentang zakat ayat 103 dari Surat Al-Taubah :
Menjelaskan bahwa zakat diambil dari harta untuk membersihkan dan
mensucikan pemiliknya.
Hadits berikut :
5
menerangkan bahwa arti sedekah luas sekali sehingga ia mencakupi
senyuman kepada manusia, seruan pada perbuatan baik dan larangan dari
berbuat jahat, memberi petunjuk kepada manusia, menjauhkan diri dari jalan,
memberi air yang ada digayung kita kepada orang yang berhajat dan menuntun
orang yang lemah penglihatannva.
Bahwa semua ibadat itu dekat hubungannya dengan pendidikan moral
dijelaskan lebih lanjut oleh hadis-hadis di bawah ini. Pernah orang bertanya
kepada Nabi :
Jadi sebagaimana dijelaskan hadis ini orang yang kuat sembah,
berpuasa dan bersedekah, tetapi lidahnya menyakiti tetangga, masuk neraka.
Dan orang yang sedikit menjalankan ibadat sembahyang, puasa dan sedekah,
tetapi tidak menyakiti hati tetangga akan masuk surga. Hadis berikut
menjelaskan :
Bahwa orang yang berdusta, tidak menepati janji dan berkhianat,
munafik, sungguhpun ia mengaku dirinya orang Islam, berpuasa, mengerjakan
salat, haji dan umrah. Menurut hadis berikut :
6
ada hal yang lebih tinggi derjatnya dari salat, puasa dan sedekah. Ketika
para sahabat mengatakan ingin mengetahui hal itu, Nabi menjawab :
Memperbaiki tali persahabatan.
Hadits di bawah ini :
menerangkan bahwa sifat pemurah membuat orang dekat pada Tuhan
dan surga, sedang sifat bakhil membuat orang jauh dari Tuhan surga. Dan
begitu terpujinya sifat pemurah sehingga orang (tidak tahu) tetapi pemurah lebih
dikasihi Tuhan dari orang banyak beribadat tetapi bakhil.
Demikianlah Al-Qur’an dan hadits menjelaskan bahwa ibadat
sebenarnya merupakan latihan spirituil dan moral dalam Islam membina
manusia yang tidak kehilangan keseimbangan hidup, lagi berbudi pekerti luhur.
Di samping latihan spirituil dan moral ini, Al-Qur’an dan juga membawa
ajaran-ajaran atau norma-norma moral yang dilaksanakan dan dipegang setiap
orang Islam.
Ayat 58 dari Surat Al-Nisa’ :
mengajarkan supaya manusia mengetahui hak orang lain dan bersikap
ikhlas terhadap hak itu. Ayat ini memerintahkan supaya amanat (hak yang
dipercayakan kepada seseorang) diteruskan kepada yang berhak. Juga ayat ini
mengajarkan supaya manusia berlaku adil.
Ayat 90 dari Surat Al-Nahl :
Disamping mengandung perintah supaya manusia bersikap adil, baik
kepada orang dan menolong keluarga juga mengandung larangan berbuat tidak
baik dan jahat.
7
Selanjutnya ayat 188 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :
Janganlah kamu memakan harta orang lain dengan alasan palsu dan
jangan bawa hal itu ke depan hakim dengan maksud agar kamu dapat
memakan harta orang lain dengan jalan tidak benar.
Ayat 24, 25 dan 26 dari Surat Ibrahim :
selanjutnya menerangkan bahwa kata-kata baik serupa dengan pohon
subur yang akarnya teguh dan rantingnya meninggi ke langit bahwa kata-kata
buruk serupa dengan pohon yang dekat mati akan tercabut dari tanah karena
tak mempunyai dasar.
Ayat 11 dan 12 dari Surat-Hujrat :
Lebih lanjut lagi mengajarkan hal-hal berikut :
Janganlah mencemoohkan orang lain, karena mungkin lebih baik dari
kita sendiri; jangan mencela orang lain, jangan memberi nama julukan tidak
baik; jangan berburuk sangka, karena sebahagian buruk sangka merupakan
dosa; jangan mencari-cari kesalahan orang dan jangan mengumpat orang.
Semua ini adalah perbuatan-perbuatan tidak baik yang harus dijauhi.
Selain dari ajaran-ajaran akhlak, Al-Qur’an bahkan mengandung ajaranajaran
bagaimana seharusnya tingkah laku seseorang dalam hidup sehari-hari.
8
Ayat 27 dan 28 dari Surat Al-Nur :
Umpamanya mengajarkan agar seseorang jangan memasuki rumah
orang lain sebelum meminta izin serta memberikan salam dan kalau tidak diberi
izin masuk supaya kembali saja, karena itu adalah lebih baik.
Ayat 58 dari surat itu juga :
Selanjutnya mengajarkan agar sebelum memasuki ruang tertutup orang
harus meminta izin terlebih dahulu, dengan mengetok umpamanya, tiga kali,
walaupun bagi anak yang belum dewasa.
Demikianlah pentingnya budi-pekerti luhur dan tingkah laku sehari-hari
dalam Islam, sehingga hal-hal itu disebut Tuhan dalam Al-Qur-an. Dan Nabi
Muharnmad sendiri mengatakan bahwa beliau diutus ke dunia ini untuk
menyempurnakan ajaran-ajaran tentang budi-pekerti luhur. Beliau juga
menerangkan : Tuhan telah menentukan Islam sebagai agamamu, maka
hiasilah agama itu dengan budi-pekerti baik dan hati pemurah.
Berkata benar dan tidak berdusta adalah norma moral yang penting.
Nabi mengatakan : “Kata benar menimbulkan ketenteran tetapi dusta
menimbulkan kecemasan”. Menurut 'Aisyah, sifat yang paling dibenci Nabi ialah
berdusta. Seorang mu'min, kata Nabi, boleh bersifat penakut dan bakhil, tetapi
sekali-kali tak boleh berdusta. Tiga macam orang, kata Nabi, yang tak akan
masuk surga, orang tua yang berzina, Imam yang berdusta, dan kepala yang
bersifat angkuh. Mengenai kejujuran Nabi mengatakan : "Tidak terdapat iman
dalam diri orang yang tidak jujur dan tidaklah beragama orang yang tak dapat
dipegang janjinya". Dan seorang pernah bertanya kepada Nabi : "Kapan hari
kiamat ?" jawab beliau :
“Kalau kejujuran telah hilang". Janji harus ditepati walaupun kepada musuh.
Nabi pernah mengucapkan kata-kata berikut: "jika seseorang berjanji tidak akan
membunuh seseorang lain, tetapi orang itu kemudian ia bunuh, maka aku suci
dari perbuatannya, sungguhnya yang ia bunuh itu adalah orang kafir". Orang
pernah bertanya kepada Nabi tentang semulia-mulia manusia. Nabi
menerangkan : “Orang yang hatinya bersih lagi suci dan lidahnya benar". Juga
Nabi mengatakan bahwa orang yang suka mencaci dan hatinya berisi rasa
dengki akan masuk neraka. Selanjutnya orang yang kuat kata Nabi, bukanlah
orang yang tak dapat dikalahkan kekuatan fisiknya, tetapi yang kuat ialah orang
yang dapat menahan amarahrya. Hadis lain lagi menerangkan bahwa orang
9
yang dapat menahan marahnya di hari kiamat akan dapat memilih bidadari yang
disukainya. Lebih lanjut lagi Nabi mengatakan bahwa derjat yang tinggi
diberikan Tuhan kepada orang yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang tak menghargainya, memaafkan orang yang tak mau memberi apa-apa
kepadanya dan tetap bersahabat dengan orang yang memutuskan tali
persaudaraan dengan dia. Hadis juga mengatakan bahwa orang yang paling tak
disenangi Tuhan ialah orang yang berdendam khusumat.
Demikianlah hadis-hadis Nabi banyak menyebut norma-norma akhlak
mulia dan Nabi sendiri dikenal sebagai orang yang budi pekertinya luhur.
Al-Qur’an mengatakan : “ “ Tegasnya, Islam sebagai
halnya dengan agama-agama lain, amat mementingkan pendidikan spirituil dan
moral. Di sinilah sebenarnya terletak inti-sari sesuatu agama. Inti-sari ajaranajaran
Islam,memang berkisar sekitar soal baik dan buruk, yaitu perbuatan
mana yang bersifat baik dan membawa kepada kebahagiaan, dan perbuatan
lana yang bersifat buruk atau jahat dan membawa kepada kemudaratan dan
kesengsaraan. Untuk kebahagiaan manusia, perbuatan aik dikerjakan dan
perbuatan jahat dijauhi.
Dalam Islam masalah baik dan buruk ini mengambil tempat yang penting
sekali. Bagi para teolog Islam soal itu memang merupakan salah satu masalah
yang banyak dan hangat mereka perbincangkan. Pokok masalah bagi aliranaliran
teologi yang terdapat dalam Islam ialah : Dapatkah manusia melalui
akalnya mengetahui perbuatan mana yang buruk ? Ataukah untuk mengetahui
itu, maka perlu pada wahyu ?
Golongan Asy'ariah mengatakan bahwa soal baik dan tidak tak dapat
diketahui oleh akal. Sekiranya wahyu tidak diturunkan Tuhan, manusia tidak
akan dapat memperbedakan perbuatan buruk dari perbuatan baik. Wahyulah
yang menentukan buruk-baik sesuatu perbuatan.
Kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa akal manusia cukup kuat untuk
mengetahui buruk-baiknya sesuatu perbuatan. Tanpa wahyu manusia dapat
mengetahui bahwa mencuri adalah perbuatan buruk dan menolong sesama
manusia adalah perbuatan baik. Hal itu tak diperlukan wahyu. Wahyu datang
hanya untuk memperkuat pendapat akal manusia dan untuk membuat nilai-nilai
yang dihasilkan fikiran manusia itu bersifat absolut dan universil, agar dengan
demikian mempunyai kekuatan mengikat bagi seluruh umat.
Selanjutnya, kata Mu'tazilah, setelah akal mengetahui yang baik dan apa
yang buruk, akal memerintahkan supaya peerbuatan baik itu dikerjakan dan
perbuatan buruk atau jahat itu dijauhi. Jadi sebelum wahyu diturunkan Tuhan,
manusia dalam faham Mu'tazilah, telah berkewajiban berbuat baik dan
berkewjiban menjauhi perbuatan jahat. Wahyu datang untuk memperkuat
perintah akal itu dan untuk membuat kewajiban-kewajiban akli tersebut menjadi
kewajiban syar'i yang bersifat absolut.
Bagi golongan Asy'ariah, karena akal tidak mampu mengetahui soal baik
dan soal buruk, manusia tidak mempunyai kewajiban apa-apa sebelum turunnya
wahyu.
Sekianlah sekedar masalah baik dan buruk dalam teologi Islam. Di
samping teologi, fikih atau hukum Islam sebenarnya juga memusatkan
pembahasan pada soal baik dan buruk itu. Pengertian wajib, haram, sunat dan
makruh hubungannya erat sekali dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk
atau jahat. Perbuatan ada di antaranya yang wajib dikerjakan dan ada pula di
anta yang sunnah dikerjakan. Perbuatan buruk atau jahat ada yang haram
dikerjakan dan ada yang makruh dikerjakan. Perbuatan-perbuatan tidak baik
10
yang haram atau makruh kalau dikerjakan, membawa kepada kemudhratan dan
kesengsaraan, sedang perbuatan-perbuatan baik yang wajib atau yang sunnah,
kalau dikerjakan, membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan.
Ancaman yang berupa neraka dan janji yang berupa surga di akhirat,
juga erat hubungannya dengan soal baik dan buruk ini. Orang yang berbuat baik
di dunia ini akan masuk surga di akhirat, dan orang yang berbuat jahat akan
masuk neraka. Yang dimaksud di sini dengan perbuatan baik bukan hanya yang
merupakan ibadat, tetapi juga perbuataan baik duniawi yang setiap hari
dilakukan manusia dalam hubungannya dengan manusia, bahkan juga dengan
makhluk lain, terutama binatang-binatang. Demikian pula yang dimaksud
dengan perbuatan buruk dan jahat adalah perbuatan buruk, dan jahat yang
dilakukan manusia, terhailap sesama manusia dan juga terhadap makhluk lain
di dunia.
Jelas bahwa dalam Islam, soal baik dan buruk, di samping soal
ketuhanan menjadi dasar agama yang penting. Ini demikian, karena yang ingin
dibina Islam ialah manusia baik yang menjauhi perbuatan-perbuatan buruk atau
jahat di dunia ini. Manusia serupa inilah sebenarnya yang dimaksud dengan
mu'min, muslim dan muttaqin (orang yang bertakwa). Mu'min ialah orang yang
percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai sumber nilai-nilai yang bersifat
absolut, muslim orang yang menyerahkan diri dan tunduk kepada Tuhan dan
muttaqi atau orang bertaqwa adalah orang yang memelihara diri dari hukuman
Tuhan di akhirat, yaitu orang yang patuh pada Tuhan, dalam arti patuh
menjalankan perintah-perintahNya dan patuh menjauhi larangan-laranganNya.
Perintah Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan baik sedang
larangan Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan buruk dan
jahat. Dengan tegasnya yang dimaksud dengan orang yang bertakwa ialah
orang baik yang mengerjakan kebaikan-kebaikan dan menjauhi kejahatankejahatan.
Kata muttaqin dalam Al-Qur’an memang dihubungkan dengan nilat-nilai
seperti suka menolong, sungguhpun si penolong sendiri berada dalam
kekurangan, dapat menahan amarah, suka membei maaf kepada orang lain,
menepati janji, sabar, tidak tinggi hati, suka kepada kebaikan dan benci pada
kejahatan, berbuat baik kepada orang lain, jujur, suka pada kebenaran dan
sebagainya. Kata muttaqin dalam A1-Qur’an selanjutnya dikontraskan dengan
orang yang berbuat onar dan kacau dalam masyarakat, orang yan berbuat
buruk, orang yang berdusta, orang yang bersikap zalim, penjahat, amoral dan
sebagainya.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan mu'min, muslim dan muttaqin
sebenarnya adalah orang yang bermoral tinggi dan berbudi pekerti luhur. Tidak
mengherankan kalau soal akhlak dan budi pekerti luhur memang merupakan
ajaran yang penting sekali dalal Islam. Dan soal itu demikian pentingnya
sehingga, bukan hanya ibadat shalat, puasa, zakat serta haji saja, tetapi juga
hukum fikih dan konsep-konsep iman, Islam, surga, serta neraka, kesemuanya
sebagai dilihat di atas, erat hubungannya dengan perbuatan baik dan perbuatan
buruk manusia. Tujuan dasar dari semua ajaran-ajaran Islam memanglah untuk
mencegah manusia dari perbuatan buruk atau jahat dan selanjutnya untuk
mendorong manusia kepada perbuatan perbuatan baik. Dari manusia-manusia
baik dan berbudi pekerti luhurlah masyarakat baik dapat diwujudkan.

Minggu, 12 April 2009

ISLAM DALAM PENGERTIAN YANG SEBENARNYA

Islam adalah agama dalam pengertian definisi nomor delapan tersebut
di atas, yaitu agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad s.a.w, sebagai Rasul. Islam pada
hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi
mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang
menganut berbagai aspek itu ialah Al-Qur-an dan hadis.
Dalam faham dan keyakinan umat Islam Al-Quran mengandung sabda
Tuhan (firman) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Sebagai dijelaskan
Al-Qur-an, wahyu ada tiga macam Surat 42 (Al-Syura) ayat 51 dan 52
mengatakan :
Tidak dapat terjadi bagi manusia bahwa Tuhan berbicara dengannya,
kecuali melalui wahyu, atau dari belakang tabir ataupun melalui
utusan yang dikirim, maka disampaikanlah kepadanya dengan seizin
Tuhan apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Tuhan Maha Tinggi
dan Maha Bijaksana Demikianlah Kami kirimkan kepadamu roh atas
perintah Kami.
Wahyu dalam bentuk pertama tersebut di atas kelihatannya adalah
pengertian atau pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang timbul dalam
dirinya; timbul dengan tiba-tiba sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya.
Wahyu bentuk kedua, ialah pengalaman dan penglihatan di dalam keadaan tidur
atau di dalam keadaan trance. Di dalam bahasa asingnya ini disebut ru'ya
(dream) atau kasy (vision). Wahyu bentuk ketiga ialah yang diberikan melalui
utusan, atau malaekat, yaitu Jibril dan wahyu serupa ini disampaikan dalam
bentuk kata-kata.
Bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah wahyu
dalam bentuk ketiga, dijelaskan juga dalam Al-Qur-an. Surat 26 (AI-Syu'ara)
ayat 192-195 mengatakan :
Sesungguhnya ini adalah wahyu Tuhan semesta alam. Dibawa turun
oleh Roh Setia ke dalam hatimu agar engkau dapat memberi ingat.
Dalam bahasa Arab yang jelas.
2
Selanjutnya Surat 16 (Al-Nahl) ayat 102 menyebutkan :
Katakanlah : Roh Suci membawakannya turun dengan kebenaran dari
Tuhanmu untuk meneguhkan (hati) orang yang percaya dan untuk
menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri.
Bahwa yang dimaksud dengan Roh Setia dan Roh Suci adalah Jibril
(Gabrial) dijelaskan oleh Surat 2 (Al-Baqarah) ayat 97 :
“Katakanlah siapa yang menjadi musuh Jibril maka ialah sebenarnya
yang membawanya turun ke dalam hatimu dengan seizin Tuhan untuk
membenarkan apa yang (datang) sebelumnya dan untuk menjadi petunjuk serta
kabar gembira bagi orang yang percaya”.
Hadis-hadis juga menjelaskan bahwa wahyu yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad adalah melalui Jibril. Dalam hadis Aisyah mengenai wahyu
yang pertama diturunkan kepada Nabi, dapat kita baca bagaimana ketatnya Jibril
merangkul beliau, sehingga beliau merasa sakit dan kemudian disuruh
mengulangi apa yang diturunkan Jibril yaitu :
"Bacalah (recite) dengan nama Tuhan yang menciptakan, menciptakan
manusia dari segumpal darah. Baca dan Tuhanmu Maha Pemurah”.
Dalam hadis lain, sewaktu ditanya bagaimana caranya wahyu turun
kepada beliau. Nabi Muhammad menerangkan: "Wahyu itu terkadang turun
sebagai suara lonceng dan inilah yang terberat bagiku. Kemudian ia (Jibril) pergi
dan akupun sudah mengingat apa yang diturunkannya. Terkadang malekat itu
datang dalam bentuk manusia, berbicara kepadaku dan akupun mengingat apa
yang dikatakannya".
Atas dasar ayat-ayat dan hadis-hadis serupa inilah kita umat Islam
mempunyai keyakinan bahwa apa yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah
Sabda Tuhan, dengan kata lain teks Arab yang tersebut dalam kita suci itu adalah
wahyu dari Tuhan. Hanya kata-kata Arab yang tersebut dalam teks itulah yang
diakui sebagai wahyu, dan kalau diganti dengan kata-kata Arab lain sungguhpun
sinonimnya, itu tidak diakui lagi wahyu. Apalagi terjemahannya ke dalam bahasa
asing, semua itu bukan lagi merupakan wahyu, atau Al-Quran yang sebenarnya.
Dalam hal ini, wahyu menurut faham Islam, berlainan dari wahyu
menurut faham agama lain, umpamanya agama Kristen. Dalam agama ini, Injil
dalam teksnya bukanlah wahyu, yang di wahyukan hanyalah isi atau arti yang
dikandung teks itu. Maka terjemahannya dalam bahasa-bahasa asing dianggap
sama kuat. Berdasarkan atas ini ada kaum Orientalis yang mengatakan: Sabda
Tuhan dalam Islam menjelma menjadi Al-Quran, sedang dalam agama Kristen
Sabda Tuhan menjelma menjadi Jesus.
Wahyu yang dalam bentuk kata-kata itu disampaikan kepada Nabi
Muhammad, turun bukan sekaligus tetapi sepotong demi sepotong dalam masa
kurang lebih 23 tahun. Yang dilakukan Nabi pada waktu itu ialah setiap wahyu
turun, itu beliau sampaikan kepada sahabat-sahabat untuk dihafal dan untuk
dicatat.
Zaid Ibn Sabit adalah sekretaris utama yang mencatat dalam bentuk
tulisan ayat-ayat yang diturunkan itu., Selain dari sekretaris ini disebut juga nama
sahabat-sahabat lain yang disuruh mencatat, jeperti Abu Bakar, Usman Umar,
3
Ali, Zubair Ibn Awam, Abdullah Ibn Sa'ad dan Ubay Ibn Kaab. Ayat-ayat itu
ditulis di atas batu, tulang, pelepah korma dan lain-lain. Penghafal-penghafal
professionil, sebagai diakui oleh A. Guillaume merupakan bahagian dari anggota
masyarakat, yaitu bahagian yang tak boleh tidak mesti ada dalam masyarakat
Arab dahulu. Merekalah yang menghafal syair-syair. Arab Jahiliah dalam
keseluruhannya dan merekalah yang menyebarkannya ke daerah-daerah dan yang
meneruskannya dari generasi ke generasi. Penghafal-penghafal serupa ini besar
perannya dalam Zaman Jahiliah dan penting pula perannya dalam sejarah
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur-an dalam bentuk buku seperti yang dikenal
sekarang.
Pengumpulan dan penulisan ayat-ayat itu dalam bentuk buku, terjadi
setelah banyaknya sahabat-sahabat yang menghafal Al-Qur-an gugur dalam
peperangan yang timbul di zaman Abu Bakar, satu tahun sesudah wafatnya Nabi
Muhammad. Dengan gugurnya penghafal-penghafal Al-Quran dikuatirkan bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an akan dapat turut hilang. Maka atas anjuran Umar, Abu Bakar
memerintahkan Zaid Ibn Sabit dan sahabat-sahabat lain, untuk mengumpulkan
ayat-ayat yang tertulis di atas batu, tulang-tulang, pelepah korma dan yang
dihafal oleh sahabat-sahabat itu dalam bentuk satu buku. Buku yang satu ini
kemudian diperbanyak exemplarnya oleh Usman (644-655 M), dan dikirimkan
ke daerah- daerah untuk menjadi pegangan tertulis bagi umat Islam yang disana.
Dari teks Usman inilah kopi-kopi selanjutnya ditulis dicetak.
Berdasarkan atas sejarah pembukuan yang jelas ini kita Islam
berkeyakinan bahwa teks Al-Qur-an yang ada sekarang betul sesuai dengan apa
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Bahwa Al-Qur’an sekarang
betul orisinil dari Nabi Muhammad s.a.w. diakui juga oleh orang-orang
Orientalis.. Nicholson umpamanya mengatakan "............. its genuineness is
above suspicion", dan menulis "............. it seems reasonably well established
............. the original form and contents of Mohammed's discourses preserved
with serupulous precision ".
Demikianlah, teks Al-Qur-an adalah orisinil dari Nabi adalah wahyu
yang beliau terima dari Tuhan melalui Jibril dalam bentuk kata-kata yang
didengar dan dihafal, dan bukan bentuk pengetahuan yang dirasakan dalam hati
atau yang di dan dilihat dalam mimpi atau keadaan trance.
Hadis, sebagai sumber kedua dari ajaran-ajaran Islam, mengandung
sunnah (tradisi) Nabi Muhammad. Sunnah boleh mempunyai bentuk ucapan,
perbuatan atau persetujuan secara diam dari Nabi. Berlainan halnya dengan
Al-Qur-an, hadis tidak dikenal dicatat tidak dihafal di zaman Nabi. Alasan yang
selalu dikemukakan ialah bahwa pencatatan dan penghafalan hadis dilarang Nabi,
karena dikuatirkan bahwa dengan demikian akan terjadi percampur-bauran antara
Al-Qur-an sebagai Sabda Tuhan dan hadis sebagai ucapan-ucapan Nabi. Ada
disebut bahwa Umar Ibn Al-Khatab. Khalifah kedua, berniat untuk membukukan
hadis Nabi, tetapi karena takut akan terjadi kekacauan antara Al-Qur-an dan
hadis, niat itu tidak jadi dilaksanakan.
Pembukuan baru terjadi di permulaan abad kedua Hijri, yaitu ketika
Khalifah Umar Abd AI-Aziz (717-720 M) meminta dari Abu Bakar Muhammad
Ibn Umar dan Muhammad Ibn Syihab Al-Zuhri, mengumpulkan hadis Nabi yang
dapat mereka peroleh. Di tahun 140 H, Malik Ibn Anas menyusun hadis Nabi
dalam buku Al-Muwatta.
4
Pembukuan secara besar-besaran terjadi di abad ketiga Hijri oleh
Bukhari. Muslim, Abu Daud, Al-Nasa'i, Al-Tarmizi dan Ibn Majah. Keenam
buku kumpulan hadis inilah yang banyak dipakai sampai sekarang.
Karena hadis tidak dihafal dan tidak dicatat dari sejak semula, tidaklah
dapat diketahui dengan pasti mana hadis yang betulbetul berasal dari Nabi dan
mana hadis yang dibuat-buat. Abu Bakar dan Umar sendiri, walaupun mereka
sezaman dengan Nabi, bahkan dua sahabat yang terdekat dengan Nabi, tidak
begitu saja menerima hadis yang disampaikan kepada mereka. Abu Bakar
meminta supaya dibawah saksi yang memperkuat hadis itu berasal dari Nabi, dan
Ali lbn Abi Talib meminta supaya pembawa hadis bersumpah atas kebenarannya.
Dalam pada itu jumlah hadis yang dikatakan berasal dari Nabi
bertambah banyak, sehingga keadaannya bertambah sulit membedakan mana
hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat-buat. Diriwayatkan bahwa
Bukhari mengumpulkan 600.000 (enam ratus ribu) hadis, tetapi setelah
mengadakan seleksi, yang dianggapnya hadis orisinil hanya 3.000 (tiga ribu) dari
yang 600.000 itu, yaitu hanya setengah persen.
Tidak ada kesepakatan kita antara umat Islam tentang keorisinilan
semua hadis dari Nabi. Jadi berlainan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang
semuanya diakui oleh seluruh umat Islam adalah wahyu yang diterima Nabi dan
kemudian beliau teruskan kepada umatnya, dalam keorisinilan hadis terdapat
perbedaan antara umat Islam. Oleh karena itu kekuatan hadis sebagai sumber
ajaran-ajaran Islam tidak sama dengan kekuatan Al-Qur-an.
Inilah dua sumber nash dari ajaran-ajaran Islam dalam segala aspeknya.
Ajaran yang terpenting dari Islam ialah ajaran tauhid, maka sebagai
halnya dalam agama monoteisme atau agama tauhid lainnya. yang menjadi dasar
dari segala dasar di sini ialah pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Di samping ini menjadi dasar pula soal kerasulan, wahyu, kitab suci yaitu
Al-Qur’an, soal orang yang percaya kepada ajaran yang dibawa Nabi
Muhammad, yaitu soal mu'min dan muslim, soal orang yang tak percaya kepada
ajaran-ajaran itu yakni orang kafir dan musyrik, hubungan makhluk, terutama
manusia dengan Pencipta, soal akhir hidup manusia yaitu sorga dan neraka, dan
lain sebagainya.
Semua soal ini dibahas oleh ilmu tauhid atau ilmu kalam yang dalam
istilah Baratnya disebut teologi. Aspek teologi merupakan aspek yang penting
sebagai dasar bagi Islam.
Salah satu ajaran dasar lain dalam agama Islam ialah bahwa manusia
yang tersusun dari badan dan roh itu berasal dari Tuhan dan akan kembali ke
Tuhan. Tuhan adalah suci dan roh yang datang dari Tuhan juga suci dan akan
dapat kembali ke tempat asalnya di sisi Tuhan, kalau ia tetap suci. Kalau ia
menjadi kotor dengan masuknya ia ke dalam tubuh manusia yang bersifat materi
itu, ia tak akan dapat kembali ke tempat asalnya.
Oleh karena itu harus diusahakan supaya roh tetap suci dan manusia
menjadi baik. Ajaran Islam mengenai hal ini tersimpul dalam ibadat yang
mengambil bentuk salat, puasa zakat, haji dan ajaran-ajaran mengenai moral atau
akhlak Islam. Nabi Muhammad memang mengatakan bahwa beliau datang untuk
menyempurnakan pengertian budi pekerti luhur (Aku diutus hanyalah untuk
5
menyempurnakan budi pekerti luhur). Aspek ibadat dan ajaran moral ini juga
merupakan aspek penting dari Islam.
Dalam pada itu ada segolongan umat Islam yang tidak merasa puas
dengan cara formil yang terdapat dalam ibadat untuk mendekati Tuhan. Dengan
lain kata, hidup spirituil yang diperoleh melalui ibadat biasa belum memuaskan
kebutuhan spirituil mereka, maka mereka rnencari jalan yang membawa mereka
lebih dekat kepada Tuhan, sehingga mereka merasa dapat melihat Tuhan dengan
hati-sanubari, bahkan merasa bersatu dengan Tuhan. Ajaran-ajaran mengenai ini
terdapat dalam mistisisme Islam yang dalam istilah Arabnya disebut tasawwuf.
Sufi-sufi mempunyai murid-murid dan di antaranya ada yang
meneruskan ajaran sufi yang menjadi gurunya daiam bentuk tarekat. Maka
timbullah dalam Islam berbagai macam tarekat sufi. Tarekat pada mulanya
berarti jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk berada di hadirat Tuhan,
tetapi kemudian ia mengandung arti organisasi yang mempunyai corak latihan
spirituil. Masing-masing tarekat mempunyai corak latihan spirituilnya sendiri.
Jumlah tarekat banyak dan di antaranya adalah yang berikut : Ahmadia di Mesir,
Bektasyia di Turki, Kadiria berasal dari Bagdad, Naksyabandia (berasal dari
Turkistan), Rifa'ia (berasal dari Irak), Sanusia (Libiya), Syadilia (Tunis),
Syattaria (India) dan Tijana (Maroko). Tasawwuf dan tarekat memberikan aspek
mistisisme dalam Islam.
Selanjutnya Islam berpendapat bahwa hidup manusia di dunia ini tidak
bisa terlepas dari hidup manusia di akhirat, bahkan lebih dari itu corak hidup
manusia di dunia ini menentukan corak hidupnya di akhirat kelak. Kebahagiaan
di akhirat bergantung pada: hidup baik di dunia. Hidup baik menghendaki
masyarakat manusia yang teratur. Oleh sebab itu Islam mengandung peraturanperaturan
tentang kehidupan masyarakat manusia. Demikianlah terdapat peraturan-
peraturan mengenai hidup kekeluargaan (perkawinan, perceraian, waris
dan lain-lain) tentang hidup ekonomi dalam bentuk jual beli, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, perserikatan dan lain-lain, tentang hidup kenegaraan, tentang
kejahatan (pidana), tentang hubungan Islam dan bukan Islam, tentang hubungan
orang kaya dengan orang miskin dan sebagainya. Semua ini dibahas dalam
lapangan hukum Islam yang dalam istilah Islamnya disebut ilmu fikih. Fikih
memberikan gambaran tentang aspek hukum dari Islam.
Semeritara itu Islam dalam sejarah mengambil bentuk kenegaraan.
Dalam perkembangannya terjadi perbedaan faham tentang organisasi negar yang
semestinya. Perbedaan faham terbesar dalam soal lembaga politik ini terdapat
antara kaum Sunni dan kaum Syi'ah. Kaum Sunni berpendapat bahwa kepala
negara tidak mesti dari keturunan Nabi melalui Fatimah dan Ali. Kaum Syi'ah
sebaliknya berkeyakinan bahwa hanya keturunan Nabi yang boleh menjadi
kepala-negara. Selanjutnya terdapat pula perbedaan faham tentang persoalan
apakah jabatan kepala-negara mempunyai sifat turun-temurun dari bapak kepada
anak, ataukah pengangkatan kepala-negara didasarkan atas kesanggupan serta
keahlian dan bukan atas keturunan.
Islam sebagai negara tentu mempunyai lembaga-lembaga
kemasyarakatan lain, seperti lembaga kekeluargaan, lembaga kemiliteran,
lembaga kepolisian, lembaga kehakiman dan lembaga pendidikan. Semua ini
menggambarkan aspek lembaga kemasyarakatan dalam Islam.
6
Lebih lanjut lagi Islam mengajarkan bahwa Tuhan adalah Pencipta
semesta alam. Oleh karena itu perlu dibahas arti penciptaan, materi yang
diciptakan, hakekat roh, kejadian alam, hakekat aqal, hakekat wujud, arti qidam
(tidak bermula) dan lain-lain. Pemikiran dan pembahasan dalam hal-hal ini
dilakukan oleh akal. Maka timbullah persoalan akal dan wahyu serta falsafat dan
agama. Ini semua dibahas oleh falsafat dalam Islam.
Akhirnya Islam mempunyai wujud dalam masa. Tahun Islam mulai
dihitung dari hijrah Nabi ke Medinah di tahun 622 M dan sekarang Islam telah
berusia dekat empat belas abad. Dari Semenanjung Arabia Islam meluas ke
Palestina, Suria, Mesopotamia, Persia, India, Asia, Tengah, Malaysia, Indonesia
dan Filipina di Timur, dan ke Mesir, Afrika Utara, Spanyol dan Afrika Tengah di
Barat kemudian ke Asia Kecil dan dari sana ke Eropah Timur sampai ke Austria.
Dengan demikian Islam bukan hanya mempunyai sejarah politik yang panjang
dalam masa tetapi juga sejarah politik yang luas daerahnya. Dalam ekspansi ke
Timur dan ke Barat itu Islam bertemu dengan peradaban-peradaban klasik,
terutama peradaban Yunani dan Persia, dan kontak ini menimbulkan peradaban
yang bercorak Islam dan yang berpengaruh di masanya, bahkan mempunyai
pengaruh bagi peradaban Barat modern sekarang. Ini semua dibahas dalam
sejarah kebudayaan Islam.
Dengan adanya kontak antara Islam dan kemajuan Barat yang dimulai
pada pembukaan abad kesembilan belas yang lalu, umat Islam dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran modern Barat. Dalam Islam timbullah pula pemikiran
pembaharuan, yang masih menjadi soal hangat sampai di zaman kita sekarang.
Maka di samping aspek-aspek tersebut, terdapat pula aspek modernisasi atau
pembaharuan dalam Islam.
Jadi Islam, berlainan dengan apa yang umum diketahui, bukan hanya
mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek. Islam sebenarnya
mempunyai aspek teologi, aspek ibadat, aspek moral, aspek mistisisme, aspek
falsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan lain sebagainya.
Dalam pada itu aspek teologi tidak hanya mempunyai satu aliran tetapi
berbagai aliran : ada aliran yang bercorak liberal, yaitu aliran yang banyak
memakai kekuatan akal di samping ke percayaan pada wahyu dan ada pula yang
bersifat tradisionil, yaitu aliran yang sedikit memakai akal dan banyak
bergantung pada wahyu. Di antara kedua aliran ini terdapat pula aliran-aliran
yang tidak terlalu liberal, tetapi tidak pula terlalu tradisionil. Dalam aspek hukum
demikian pula terdapat bukan hanya satu mazhab, tetapi berbagai rupa mazhab
dan yang diakui sekarang hanya empat yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan
Hambali.
Nyatalah bahwa Islam mempunyai berbagai rupa aspek, aliran dan
mazhab. Pengetahuan Islam hanya dari satu-dua aspek, dan itupun hanya dari
satu aliran dan satu mazhab, menimbulkan pengetahuan yang tidak lengkap
tentang Islam. Islam di Indonesia pada umumnya dikenal hanya dari aspek
teologi, dan itupun hanya dari aliran tradisionilnya, dari aspek hukum, yaitu
menurut mazhab Syafi'i dan dari aspek ibadat. Aspek-aspek lainnya, moral, mistisisme,
falsafat, sejarah dan kebudayaan serta aliran-aliran dan mazhab-mazhab
lainnya kurang dikenal. Oleh karena itu pengetahuan kita di Indonesia tentang
7
Islam tidak sempurna. Dengan lain kata hakekat Islam tidak begitu dikenal. Ini
menimbulkan kesalah fahaman tentang Islam.
Timbul kesalah-fahaman bahwa Islam bersifat sempit dan tidak sesuai
dengan kemajuan modern. Karena mengetahui satu mazhab fikih saja, ada hal-hal
yang dianggap haram menutut Islam, sedang sebenarnya hal-hal itu haram
menurut mazhab tersebut dan tidak menurut mazhab lain. Demikian pula kesalahfahaman
bahwa Islam mengajarkan fatalisme atau jabariah, sedang ini
sebenarnya adalah ajaran dari satu aliran tertentu dalam Islam. Aliran lain mempunyai
faham free will atau qadariah. Demikian pula timbul kesalah-fahaman
bahwa Islam mengajarkan kesenangan materi, karena surga dan neraka diberi
gambaran sebagai kesenangan materi dan kesengsaraan jasmani. Ini sebenarnya
hanyalah faham golongan tertentu dalam Islam, karena kaum sufi dan kaum
filosof menggambarkan sorga dan neraka sebagai keeenangan dan kesengsaraan
rohani dan intelektuil.
Untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan faham itu perlulah
diketahui dan diajarkan hakekat Islam, yaitu Islam dalam segala aspeknya.
Mengetahui Islam dalam segala aspeknya secara mendetail sudah barang tentu
tidak mudah dan menghendaki masa yang panjang dan usaha yang kuat.
Mungkin orang akan menghabiskan semua umurnya untuk mengatahui itu. Dan
itu memang tidak perlu. Yang diperlukan hanyalah mengetahui aspek-aspek dan
aliran-aliran itu dalam garis besarnya. Sebagai dasar, pengetahuan yang demikian
sudah cukup. Kemudian barulah orang mengadakan spesialisasi, yaitu
spesialisasi dalam bidang teologi, falsafat dan tasawuf, spesialisasi dalam bidang
hukum, spesialisasi dalam bidang sejarah kebudayaan dan sebagainya.
Mengadakan spesialisasi sebelum atau dengan tidak mengetahui aspek-aspek dan
aliran-aliran lain dalam Islam menimbulkan pengetahuan yang tidak lengkap,
bahkan yang salah tentang Islam. Untuk menghindarkannya perlulah pendekatan
lama dirobah dengan pendekatan baru.

Selasa, 07 April 2009

AGAMA DAN PENGERTIAN AGAMA DALAM BERBAGAI BENTUKNYA

Materi kuliah AIK ini dikhususkan untuk kalangan sendiri : mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo
Agama berasal dari kata Sanskrit yang tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun. Dapat juga dikatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya, dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntunan. Memang agama bersifat turun-temurun, mempunyai kitab suci dan ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya. Din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang menjadi hutang baginya. Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula kepada paham balasan. Yang menjalankan kewajiban dan yang patuh akan mendapat balasan baik dari Tuhan. Yang tidak menjalankan kewajiban dan yang tidak patuh akan mendapat balasan tidak baik. Religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah relegere yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan. Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan Tuhan. Dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan. Intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari dan berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kesatuan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera.
Oleh karena itu agama diberi definisi-definsi sebagai berikut :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber
yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Dengan demikian unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama ialah :
1. Kekuatan gaib : Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai
tempat minta tolong. Oleh karena itu manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib ini.
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
3. Respons yang bersifat emosionil dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan
takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Selanjutnya respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam
agama-agama monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu
bagi masyarakat yang bersangkutan.
4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.

Agama ada yang bersifat pimitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat ialah dinamisme, animisme dan politeisme.

Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham
ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan
manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai dan dimakan agar orang yang memakai memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat, ditakuti dan oleh karena itu dijauhi. Kekuatan gaib itu tak dapat dilihat, yang dapat dilihat hanyalah efek dan pengaruhnya, umpamanya dalam bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, rindangnya buah bagi sesuatu pohon, panjangnya umur bagi seseorang, keberanian luar biasa bagi pahlawan perang, kekuatan luar biasa bagi seekor binatang dan sebagainya. Kalau efek-efek tersebut telah hilang dari tanah atau pohon ataupun dari selainnya, benda yang dianggap membawa kesuburan, umur panjang dan sebagainya itu, telah kehilangan kekuatan gaibnya. Dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut mana dan dalam bahasa Indonesia tuah atau sakti. Dalam masayarakat kita orang masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris, batu cincin dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini, orang menganggap akan dapat terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana dan lain-lain. Mana yang terdapat dalam benda yang bersangkutan dan yang merupakan kekuatan gaib itulah yang dianggap memelihara manusia dari hal-hal tersebut di atas. Dalam faham agama dinamisme bertambah mana yang diperoleh oleh seseorang bertambah jauh ia dari bahaya dan bertambah selamat hidupnya. Kehilangan mana berarti maut. Oleh karena itu, tujuan beragama di sini ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin. Dalam masyarakat primitif terdapat dukun atau ahli sihir, dan mereka inilah yang dianggap dapat mengontrol dan menguasai mana yang beraneka ragam itu. Biasanya benda-benda kecil yang mudah diikatkan ke anggota badan dan mudah dapat dibawa ke mana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish.

Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh dalam faham masyarakat yang telah lebih maju. Bagi masyarakat primitif, roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa, umpamanya berkaki dan bertangan yang panjang-panjang, mempunyai umur dan perlu ada makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia, umpamanya pergi berburu, menari dan menyanyi. Terkadang roh dapat dilihat, sungguh pun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh dari benda-benda tertentu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan manusia. Roh dari benda-benda yang menimbulkan perasaan dahsyat seperti hutan yang lebat, danau yang dalam, sungai arusnya deras, pohon besar lagi rindang daunnya, gua yang gelap dan sebagainya, itulah yang dihormati dan ditakuti. Kepada roh-roh serupa ini diberi sesajen untuk menyenangkan hati mereka, sesajen dalam bentuk binatang, makanan, kembang dan sebagainya. Roh nenek moyang juga menjadi obyek yang ditakuti dan dihormati. Tujuan beragama di sini ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat mereka marah harus dijauhi. Kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu sebagai halnya dalam agama dinamisme ialah juga dukun atau ahli sihir. Dalam masyarakat kita, kepercayaan pada roh, masih terdapat. Pemberian sesajen yang masih banyak kita jumpai dalam masyarakat kita, selamatan yang masih banyak juga dilakukan, kepercayaan pada “orang halus” dan lain-lain.

Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam gama ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat adalah dewa-dewa yang telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India kuno Surya, dan dalam agam Persia Kuno Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama India kuno dan Donnar dalam agama Jerman kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India kuno dan Wotan dalam agama Jerman kuno. Tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya memberi sesajen dan persembahan-persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Tetapi dalam politeisme terdapat faham pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Dewa kemarau dan dewa hujan mempunyai tugas yang bertentangan. Demikian juga dewa musim dingin dan dewa musim panas, dewa pembangunan dengan dewa penghancuran dan sebagainya. Kalau berdoa: seorang politeis dengan demikian tidak memanjatkan doa hanya kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa lainnya. Dalam pada itu, ada kalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam politeisme meningkat ke atas dan mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Di sini timbullah faham dewa tiga. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Tiga itu mengambil bentuk Brahma-Wisnu-Syiwa, dalam agama Veda Indra-Vithra-Varuna, dalam agama Mesir Kuno Osiris dengan isterinya Isis dan anak mereka Herus dan dalam agama Arab Jahiliyah Al-Lata-Al-Uzza-Matta. Ada pula kalanya satu dari dewa-dewa itu yang meningkat di atas segala dewa lain seperti Zeus dalam agama Yunani kuno. Yupiter dalam agama Romawi dan Ammon dalam agama Mesir kuno. Ini belum berarti pengakuan pada satu Tuhan, tapi baru pada pengakuan dewa terbesar diantara dewa yang banyak. Faham ini belum meningkat pada faham henoteisme atau monoteisme, tetapi masih berada dalam tingkat politeisme. Tetapi kalu dewa yang terbesar itu saja kemudian yang dihormati dan dipuja, sedang dewa-dewa lain ditinggalkan, faham demikian telah keluar dari politeisme dan meningkat kepada henoteisme.
Henoteisme mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain mempunyai tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung faham tuhan nasional. Faham yang serupa ini terdapat dalam perkembangan faham keagamaan masyarakat Yahudi. Yahweh menjadi tuhan nasional bangsa Yahudi.
Dalam masyarakat yang sudah maju agama yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme atau henoteisme, tetapi agama monoteisme, agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme ialah Tuhan satu, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta alam semesta. Dengan demikian, perbedaan antara henoteisme dan monoteisme ialah bahwa dalam agama akhir ini Tuhan tidak lagi merupakan Tuhan nasional tetapi Tuhan internasional, Tuhan semua bangsa di dunia ini bahkan Tuhan Alam Semesta. Kalau dalam agama-agama sebelumnya usal-usul manusia belum memperoleh perhatian, dalam agama monoteisme manusia telah diyakini berasal dari Tuhan dan akhirnya akan kembali ke Tuhan. Seterusnya menjadi keyakinan pula dalam agama monoteisme bahwa diantara kedua hidup itu, hidup kedualah yang lebih penting dari hidup pertama. Hidup pertama hanya mempunyai sifat sementara sedang hidup kedua bersifat kekal yang tergantung pada baik dan buruknya hidup yang dijalaninya selama hidup di dunia. Faham serupa ini tidak ada dalam agama politeisme apalagi dalam agama-agama dinamisme dan animisme. Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spirituil. Dalam istilah agama disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat. Dalam monoteisme kekuatan gaib atau supernaturil itu dipandang sebagai suatu zat yang berkuasa mutlak dan bukan lagi sebagai suatu zat yang menguasai sesuatu fenomena natur seperti halnya dalam faham animisme dan politeisme. Kepada Tuhan sebagai pencipta yang mutlak orang tak bisa kecuali menyerahkan diri, menyerahkan diri kepada kehendak-Nya. Dan sebenarnya inilah arti
kata Islam yang menjadi nama agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Islam ialah menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Dengan menyerahkan diri ini, yaitu dengan patuh kepada perintah dan larang-larangan Tuhanlah, orang dalam monoteisme mencoba mencari keselamatan. Disinilah letak perbedaan besar antara agama-agama primitif dan agama monoteisme. Dalam agama-agama primitif manusia mencoba menyogok dan membujuk kekuasaan supernaturil dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedang dalam monoteisme manusia sebaliknya tunduk kepada kemauan Tuhan. Tuhan dalam faham monoteisme adalah Maha Suci dan Tuhan menghendaki supaya manusia tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan dan yang dapat kembali ke sisi Tuhan Yang Maha hanyalah orang-orang yang suci. Orang-orang yang suci berada dekat Tuhan dalam surga sedangkan yang tidak suci berada di neraka dan jauh dengan Tuhan.Jalan untuk tetap menjadi suci ialah senantiasa berusaha supaya dekat pada Tuhan, ingat pada Tuhan. Dengan senantiasa dekat dan teringat pada Tuhan, manusia tidak akan dapat terpedaya oleh kesenangan materi yang akan membawa kepada kejahatan. Dengan senantiasa dekat dan teringat pada Tuhan, manusia akan teringat bahwa kesenangan sebenarnya bukan kesenangan sementara di dunia ini, tetapi kesenangan abadi di akhirat. Dengan jalan demikian manusia diharapkan senantiasa akan berusaha supaya tetap mempunyai jiwa bersih dan suci berusaha untuk menjauhi perbuatan-perbuatan tidak baik dan jahat. Dan jalan untuk tetap berada dekat Tuhan ditentukan oleh tiap-tiap agama.
Dalam agama Kristen, berhubung dengan ajaran tentang dosa warisan yang melekat pada diri manusia, seseorang tidak akan dapat menjadi suci selama ia tidak menerima Kristus sebagai juru selamat yang mengorbankan diri diatas salib untuk menebus dosa manusia. Hanya setelah mengakui baru seseorang dapat menuju kepada pembersihan diri yang sebenarnya, dan akhirnya menjadi orang baik dan suci. Untuk itu seseorang harus berusaha mengadakan kontak spirituil dengan Jesus Kristus. Dengan ini roh manusia akan mendapat limpahan dari Jesus Kristus yang dalam ajaran agama Kristen, penuh dengan rahmat, kebaikan dan kasih sayang. Jalan untuk memupuk dan memelihara kontak itu ialah dengan berdoa, membaca Al-kitab, ke Gereja, merayakan hari-hari suci dan lain-lain yang merupakan jalan untuk senantiasa berada dekat dan teringat pada Tuhan.
Agama Hindu atau Hindu Dharma dengan ajarannya tentang Tuhan Yang Maha Esa memandang bahwa roh manusia adalah percikan dari Sang Hyang Widhi. Persatuan roh dengan badan menimbulkan kegelapan. Badan akan hancur tetapi roh atau atma akan kekal. Kebahagiaan manusia ialah bersatu dengan Sang Hyang Widhi yang disebut moksa. Dan moksa akan tercapai hanya kalau atma telah menjadi suci kembali dari kegelapan yang timbul dari persatuannya dengan badan. Cara mengadakan hubungan dengan Tuhan untuk mencapai kesucian jiwa ialah sembahyang di Pura atau di rumah, merayakan hari-hari suci dan sebagainya.
Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Orang yang rohnya bersih lagi suci dan tidak berbuat jahat di hidup dunia akan masuk surga, dekat dengan Tuhan. Orang yang rohnya kotor dan berbuat jahat di hidup pertama akan masuk neraka, jauh dari Tuhan. Agar dalam hidup kekal di akhirat nanti orang hidup dalam kesenangan, jauh dari kesengsaraan, orang haruslah berusaha supaya mempunyai roh bersih lagi suci dan senantiasa berbuat baik dan menjauhi perbuatan-perbuatan jahat di dunia. Jalan untuk membersihkan dan mensucikan roh ialah ibadat yang diajarkan Islam, yaitu shalat, puasa, zakat dan haji. Tujuan dari ibadat selain dari membersihkan dan mensucikan diri, ialah juga untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat.

Jelaslah kiranya bahwa tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme ialah membersihkan diri dan mensucikan jiwa dan roh. Tujuan agama memanglah membina manusia baikbaik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu agama monoteisme erat pula hubungannya dengan pendidikan moral. Agama-agama monoteisme mempunyai ajaran-ajaran tentang norma-norma akhlak tinggi. Kebersihan jiwa, tidak mementingkan diri sendiri, cinta kebenaran, suka membantu manusia, kebesaran jiwa, suka damai, rendah hati dan sebagainya adalah norma-norma yang diajarkan agama-agama besar. Agama tanpa ajaran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat merubah kehidupan manusia. Tidak mengherankan agama selalu diidentifikasikan dengan moralitas. Karena agama mempunyai sifat mengikat pada para pemeluknya, maka ajaran-ajaran moral agama lebih besar dan dalam pengaruhnya dari ajaran-ajaran moral yang dihasilkan falsafat dan pemikiran manusia. Ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan Pencipta Alam semesta mempunyai sifat kekudusan dan absolut yang tidak dapat ditolak oleh manusia. Perintah manusia masih dapat dilawan tetapi perintah Tuhan tak dapat ditentang. Faham inilah yang memuat norma-norma akhlak yang diajarkan agama mempunyai pengaruh besar dalam membina manusia yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
Tegasnya tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme atau agama tauhid ialah menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan Pencipta semesta alam dengan patuh pada perintah dan larangannya, agar dengan demikian manusia mempunyai roh dan jiwa bersih dan budi pekerti luhur.
Manusia serupa inilah yang akan memperoleh kebahagiaan abadi kelak di hidup akhirat. Orang yang tidak patuh pada Tuhan, dan dengan demikian mempunyai roh yang tidak bersih dan akhlak yang tidak baik di dunia akan mengalami hidup sengsara di akhirat. Dengan kata lain agama monoteisme atau agama tauhid dengan ajaran-ajarannya bermaksud untuk membina manusia yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhur: Di sinilah terletak salah satu penting dari agama monoteisme bagi hidup kemasyarakatan manusia. Dari individu-individu yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhurlah masyarakat manusia baik dapat dibina. Agama-agama yang dimasukkan ke dalam kelompok agama monoteisme, sebagai disebut dalam Ilmu Perbandingan Agama, adalah Islam, Yahudi, Kristen dengan kedua golongan Protestan Katholik yang terdapat di dalamnya, dan Hindu. Ketiga Agama tersebut pertama merupakan satu rumpun. Agama Hindu tidak masuk dalam rumpun ini. Di antara ketiga agama serumpun ini yang pertama datang ialah agama Yahudi dengan Nabi-nabi Ibrahim, Ismail, lshaq, Yusuf dan lain-lain; kemudian agama Kristen dengan Nabi Isa, yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi. Dan terakhir sekali datang agama Islam dengan Nabi Muhammad s.a.w. Ajaran yang beliau bawa ialah ajaran yang diberikan kepada Nabi-nabi Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain dalam bentuk murninya.

Sebagai diterangkan oleh Al-Qur-an, ajaran murni itu ialah Islam, menyerahkan diri seluruhnya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai hal ini Surat Ali lmran ayat 19 mengatakan:
Agama (yang benar) dalam pandangan Tuhan ialah Islam (menyerahkan diri kepada Nya). Dan mereka yang diberi Kitab bertikai hanya setelah pengetahuan datang kepada mereka; (dan mereka bertikai) karena dipengaruhi perasaan dengki.
Apa yang dimaksud dengan Islam dijelaskan oleh Surat al-Nisa' ayat 125 :
Siapa mempunyai agama yang lebih baik dari orang yang menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan dan berbuat baik serta mengikuti agama Ibrahim, (agama) yang sebenarnya?
Bahwa Nabi Ibrahim menyerahkan diri kepada Tuhan dan beragama Islam disebut Surat al-
Baqarah ayat 131 :
Ketika Tuhannya berkata kepadanya (Ibrahim) : "Serahkan dirimu'; ia menjawab : "Aku menyerahkan diriku kepada Tuhan semesta alam' :
dan Surat Ali Imran ayat 67 :
Bukanlah Ibrahim seorang Yahudi, bukan pula seorang Kristen, tetapi adalah seorang yang benar (dalam keyakinannya), seorang muslim. Dan bukanlah ia masuk dalam golongan kaum polities.
Ayat 84 dari Surat Ali Imran lebih lanjut mengatakan bahwa bukan hanya agama yang didatangkan kepada Nabi Ibrahim, tetapi juga agama yang didatangkan kepada Nabi-nabi lain adalah. sama dengan agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad :
Katakanlah : “Kami percaya kepada apa yang diturunkan kepada kami, kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail serta suku-suku bangsa lain dan kepada apa yang diturunkan kepada Musa, Isa serta Nabi-nabi lain dari Tuhan Mereka. Kami tidak mengadakan perbedaan antara mereka dan kami menyerahkan diri kepada Nya”.

Dari ayat-ayat di atas jelaslah kelihatan bahwa agama-agama Yahudi, Kristen dan Islam adalah satu asal. Sejarah juga menunjukkan bahwa ketiga agama itu memang mempunyai asal yang satu. Tetapi perkembangan masing-masing dalam sejarah mengambil jurusan yang berlainan, sehingga timbullah perbedaan antara ketiga-tiganya.
Pada mulanya, Yahudi, Kristen dan Islam berdasar atas keyakinan tauhid atau keesaan Tuhan yang serupa. Dalam istilah modern keyakinan ini disebut monoteisme. Tetapi dalam pada itu kemurnian tauhid dipelihara hanya oleh Islam dan Yahudi.
Dalam Islam satu dari kedua syahadatnya menegaskan : "Tiada Tuhan selain dari Allah".
Dan dalam agama Yahudi Syema atau syahadatnya mengatakan : "Dengarlah Israel, Tuhan kita satu". Tetapi kemurnian tauhid dalam agama Kristen dengan adanya faham Trinitas, sebagai diakui oleh ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi.
Agama Hindu, sungguhpun banyak dianggap termasuk dalam golongan agama politeisme, mengandung faham monotesime. Trimurti yang terdiri dari Brahma, Wisynu dan Syiwa mengandung faham tiga sifat atau aspek dari suatu zat Yang Maha Tinggi. Brahma menggambarkan sifat mencipta, Wisynu sifat memelihara dan Syiwa sifat menghancurkan; tiga sifat atau aspek yang terdapat dalam kehidupan di dunia, kejadian, kelangsungan wujud dan kehancuran. Benda-benda di dunia terjadi, berwujud untuk waktu tertentu dan kemudian hancur. lni adalah perbuatan Zat Yang Maha Tinggi itu.

Dengan, demikian di antara agama besar yang ada sekarang, hanya Islamlah yang memelihara faham monoteisme yang murni. Monoteisme Kristen dengan faham Trinitasnya dan monoteisme Hindu dengan faham politeisme yang banyak terdapat di dalamnya tidak dapat dikatakan monoteisme murni.