Minggu, 29 Maret 2009

DOA YANG MENGANCAM

Di sini saya cuma akan menjadi penikmat film yang kurang paham teknik sinematografi.
Jika kita tinjau dari judul filmnya saja sudah beraura negatif. Coba saja pikirkan, bagaimana bisa "doa" yang maknanya kalem dan suci bisa disandingkan dengan "mengancam" yang maknanya jauh dari positif.
Doa yang mengancam adalah sebuah film komedi berbalut sindiran dan sentuhan religi yang diproduksi oleh SinemArt yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film berdurasi 115 menit ini diangkat dari salah satu cerpen Jujur Prananto dalam Buku Kumpulan Cerpen Terbaik Kompas 2002. Dibintangi oleh beberapa artis kawakan seperti Aming, Titi Kamal, Ramzi, Rini Yuliani, Dedi Sutomo, H. Djojon, Nani Wijaja, Cici Tegal, Zaskia Mecca dan Cahya Kamila, film ini bercerita tentang Madrim (diperankan oleh Aming) yang bekerja sebagai kuli pasar. Hidupnya tak pernah bahagia dan selalu mendapatkan musibah. Dimulai dari kepergian istrinya, Leha (Titi Kamal), sampai musibah ketika ia diusir dari rumah kontrakannya. Hal itu membuat Madrim tak sanggup lagi menahan beban sementara doanya tak pernah terjawab.
Sahabatnya, Kadir (Ramzi), menyarankan agar Madrim lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan terus berdoa padaNya. Dalam doanya, Madrim mulai mengancam Tuhan. Dia berjanji akan menyembah setan apabila doanya tidak dikabulkan dalam 3 hari. Tepat pada hari ketiga, Madrim tersambar petir dan jatuh pingsan. Ketika sadar, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan untuk melihat masa lalu serta keberadaan seseorang hanya melalui foto.
Kemampuannya itu dimanfaatkan oleh polisi untuk melacak buronan, dan Madrim berhasil. Namun dibalik itu semua ada seorang buron, Tantra, yang merasa resah dengan kemampuan Madrim sehingga ia menculik Madrim. Madrim ditahan di sebuah apartemen dengan fasilitas lengkap, gaji buta dan pengawalan yang ketat. Hal ini tentu membuat Madrim semakin berlimpah harta dan bisa melunasi semua hutang-hutangnya. Atas saran Kadir, ia kembali ke kampung halaman untuk bertemu ibunya. Tapi ia sangat terkejut ketika melihat masa lalu ibunya melalui foto. Merasa tersiksa dengan kehidupan barunya, Madrim mulai berdoa dan mengancam Tuhan agar melepaskan kemampuannya itu.
Karena sesuatu hal, Madrim mengalami koma dan ketika sadar ia mendapati dirinya mendapatkan kemampuan baru, yaitu menerawang masa depan! Madrim mulai tersiksa, dan melihat hal itu, Tantra berinisiatif untuk menyewa seorang pelacur kelas atas untuk menemani Madrim. Betapa kagetnya Madrim saat mengetahui bahwa pelacur itu adalah Leha, istri yang telah meninggalkannya.
Madrim merasa sangat terpukul dan memutuskan untuk membuang semua harta kekayaannya yang melimpah itu. Ia berlari ke padang ilalang dan berteriak memanggil petir untuk menyambar tubuhnya agar ia bisa kembali hidup normal seperti dulu. Hari demi hari ia menanti petir yang tak kunjung datang telah membuatnya lemas tak berdaya.
Lalu, bagaimana akhir kisahnya? Sebaiknya anda saksikan sendiri film yang menarik ini.
Di dalamnya, kita bisa menemukan pesan moral meskipun muncul dalam dialog yang terkesan sambil lalu. Ketika Madrim mengeluh, Kadir sang sahabat menyaut: “Yang paling makbul itu doa ibu. Gimana mau dapet berkah kalo lo nggak pernah nyenengin emak lo.” Film ini bukan sekadar menghibur tetapi juga mencerahkan jiwa-jiwa yang kosong. Dalam film diceritakan Aming sampai mengancam Tuhan bahwa ia akan murtad jika hidupnya tidak juga berubah. Namun, ketika segala sesuatu dikabulkan namun muncul masalah baru yang lebih pelik, bukankah doa tadi justru didengar oleh setan? Nyata-nyatanya tidak semua doa akan dikabulkan dan kita perlu menyadarinya sebelum mengancam yang kuasa. Doa itu penting. Bisa direfleksikan, sudahkan kita berdoa dengan layak dan pantas?
Film ini menunjukkan bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap doa-doa yang kita panjatkan. Pengabulan doa, ternyata dilakukan Tuhan dengan cara yang berbeda-beda; langsung, ditunda atau dengan bentuk lain. Sebagai manusia, kita harus sadar sepenuhnya bahwa semua yang kita dapati ini adalah anugerah dari Tuhan. Yang membedakan antara orang sholeh dengan tidak adalah sikapnya dalam menerima anugerah itu. Film ini mengajarkan kita tentang itu.
Usaha tanpa doa adalah kesombongan, doa tanpa usaha adalah kesia-siaan